13 Oktober 2008

Pakai saja wasit luar negeri !

Dua mantan wasit FIFA asal Jateng, Soetojo HS dan Widianto Nugroho mengaku prihatin atas seringnya terjadi insiden di tengah lapangan hijau yang terkait dengan korps wasit. Padahal kompetisi tahun ini, berlabel Indonesia Super League (ISL). Insiden terakhir terjadi usai PSIS menjamu PSM di Stadion Jatidiri, Semarang, Minggu (12/10) malam. Usai meniup peluit tanda laga berakhir, wasit Yandri dari DKI Jakarta diburu oleh Asisten Manajer PSM, Faizal Manaing. Melihat gelagat akan dipukul, Yandri mencoba membela diri dengan pukulan ke rahang Faizal. Dan asisten manajer berbadan besar itu pun terkapar, mulutnya berlumuran darah.

Tragedi di Stadion Jatidiri sebelumnya terjadi saat General Manager PSIS, Yoyok Sukawi berlari memburu wasit ke tengah lapangan usai babak pertama berakhir. Yoyok mencoba memukul wasit Sunarjo Joko (Jember), namun pukulannya luput. Peristiwa tersebut terjadi Kamis (9/10) lalu ketika PSIS menjamu PSMS.

’’Sebagai mantan wasit, saya prihatin sekali. Rumit jika harus menilai siapa yang salah, apakah wasit atau asisten manajernya. Bisa saja, wasitnya kan capai juga, mau dipukul ya bereaksi seperti itu. Sebaiknya, semua yang terlibat dipanggil untuk dievaluasi,’’ kata Soetojo saat dihubungi Wawasan, Senin (13/10) pagi tadi.

Menurut wasit yang sudah memimpin laga di 15 negara itu, pihaknya menyarankan agar PSSI kembali mengevaluasi kompetisi Super Liga yang kini sedang berlangsung. Semua perlu dievaluasi, mulai dari pesertanya sampai wasit yang memimpin pertandingan.

’’Harus dievaluasi kompetisi berlabel super ini. Yang namanya super, tentunya ada pertimbangan yang superketat. Benarkah semuanya sudah dilaksanakan oleh PSSI. Manajemen Super Liga ini yang menurut saya harus dievaluasi,’’ kata pria yang sudah 16 tahun menjadi wasit nasional itu.

Soetojo mengakui, wasit selama ini sering dianggap sebagai biang dari kekalahan sebuah tim. Bahkan, istilah ’wasit pesanan’ sering mengemuka. Sebaiknya, kata dia, jika PSSI dan klub-klub diIndonesia tak lagi mempercayai kemampuan wasit dalam negeri, pakai saja wasit luar negeri. "Menurut saya, ya gunakan saja wasit luar negeri. Ini kan sudah profesional," ucapnya.

Belum pantas


Hal senada diungkapkan Widianto Nugroho. Menurut mantan wasit FIFA tahun 1994- 1998 tersebut, fonomena wasit menjadi "sasaran" diakibatkan banyak hal. "Sebaiknya semua perangkat pertandingan kembali ke kittah," ujarnya.

Widianto menilai, kompetisi dengan lebel Super League kali ini sebelumnya belum pantas, jika banyak kejadian unfair play. "Dibuang dulu kemasan Super League. Masak kompetisi super, namun banyak hal yang tidak sesuai dengan namanya," kata Widianto, seraya memberi contoh lain, beberapa tim terlambat membayar gaji pemain berbulan-bulan, tidak seharusnya terjadi di Super League.

Padatnya jadwal pertandingan, ujar Widianto, juga menjadi salah satu sebab. "Recovery wasit menjadi berkurang karena jadwal pertandingan sangat padat. Jika wasit dalam kondisi tidak in, secara otomatis bisa salah saat memimpin tanpa sengaja," ujar Widianto yang saat ini menjadi Tim Penilai Wasit Nasional.

Warisan Orba
Sementara itu menurut kriminolog Undip, Budhi Wisaksono SH MH, kejadiankejadian tersebut merupakan fenomena warisan Orde Baru. Menurutnya, budaya kekerasan berhubungan erat dengan sikap pemerintahan Soeharto pada waktu itu.

"Dulu di jaman orba, beliau sebagai pimpinan suka menerapkan paradigma kekuasaan. Hal itulah yang kini disalahgunakan, tidak untuk membela rakyat yang lemah justru digunakan untuk melanggar aturan, " terangnya, kepada Wawasan, Senin (13/10) tadi pagi via telepon.

Akibatnya, masyarakat terbiasa dengan "pendidikan" bahwa untuk meraih dan menjaga kekuasaan diperlukan kekerasan. Faktor kedua adalah masyarakat tak lagi percaya pada pemerintah bahkan kepada sesama anggota masyarakat.

Ditarik garis lurus, fenomena pemukulan wasit dalam pertandingan sepakbola, disebabkan oleh adanya pihak yang merasa dirinya berkuasa. Selain itu, pihak tersebut juga merasa memiliki pendukung, massa atau suporter.

Dan akibat krisis kepercayaan serta sikap harus menang dan tak mau menerima kekalahan itulah muncul kasus pemukulan terhadap pengadil.

"Warisan sikap memaksakan kehendak itulah yang hingga kini masih dipegang teguh, bahwa saya harus menang, dan jika ada pihak yang tidak memberi kesempatan saya untuk menang, maka akan saya sikat karena saya berkuasa," terangnya panjang lebar.

Berkaitan dengan kasus hukum pemukulan tersebut, Budhi menjelaskan bahwa si pemukul bisa saja dikenai pasal penganiayaan. Apalagi jika korbannya mengalami cacat permanen sehingga tidak bisa beraktivitas kembali.

Fakta bahwa wasit Yandri memukul terlebih dahulu meski beralasan membela diri menurut Budhi, tetap tidak bisa diterima. Pasalnya, ofisial PSM tersebut belum terbukti memukul. "Yang bisa wasit lakukan saat itu ya menghindar atau menangkis jika pun ia hendak dipukul, jadi bukan mendahului memukul," tegasnya. (Wawasan)

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar, memberi saran atau masukkan tentang posting ini.

TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGANNYA

  © Blogger templates The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP