09 Agustus 2008

RASIS DAN FENOMENANYA

Cyber News by : Noor - Sepak bola sebagai olahraga dan industri kini terancam oleh rasisme. Para pemain kulit berwarna (baca: hitam) sangat gusar atas tumbuh dan berkembangnya rasisme seiring makin sengitnya persaingan, baik di tingkat klub maupun antarnegara. Tingkah laku para penonton rasis di hampir seluruh negara dunia, tak terkecuali di Indonesia. Rasis sangat mengganggu eksistensi sepak bola sebagai olahraga yang sangat menjunjung tinggi fair play.

contoh rasis suporter Lazio

Rasis pada intinya adalah mengganggap suatu ras tertentu lebih superior dan memiliki hak tinimbang suatu ras/kaum yang lain. Rasispun menyebar sampai ke tingkat SARA (Suku, Agama, Ras). Pengalaman saya ketika hidup di kota Manado, saya sering disebut orang Jawa. Apakah ini juga termasuk rasis ? Akhirnya makna dan arti rasispun mengalami penambahan kata, yaitu menunjukkan kelompok etnis tertentu (etnosentris), ketakutan terhadap orang asing (xenofobia), penolakan terhadap hubungan antarras (miscegenation), dan generalisasi terhadap suatu kelompok orang tertentu (stereotipe).

Mengapa orang melakukan tindakan rasis ? Faktor yang utama adalah masalah diskriminasi sosial dimana jomplangnya kehidupan bermasyarakat kita yang semakin korup dan jauh dari nilai-nilai agama, serta kepenatan sosial yang tidak berubah statusnya. Seperti kemiskinan, penggusuran, pengambilan hakdengan paksa, dan lain-lainnya, sehingga sepakbola yang merupakan olahraga rakyat yang murah (bisa dilakukan di masa saja), digelar disini, dengan tujuan agar semua kepenatan dan kejenuhan di masyarakat dapat di salurkan melalui olahraga ini.

Suporter adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sepakbola. Klub dunia, lokal bahkan klub tarkam pun memiki suporter yang fanatik. Pertarungan dasyat dilapangan bisa dilanjutkan di luar lapangan dengan tingkat kerusakan dan kesadisan yang lebih tinggi. Berkali-kali saya melihat kerusuhan antar suporter, pembakaran hak-hak publik, dan pelecehan seksual pun kerap dilakukan secara terbuka. Banyak sekali faktor yang melatar belakang tindakan-tindakan anarkis itu seperti ketidakpuasan terhadap panpel pertandingan, faktor keberpihakan wasit, dan hal-hal non teknis lainnya yang berkembang pra dan sesudah pertandingan bola.


saat rasis menyerang marc zoro

Kembali ke masalah rasis, andaikata kita semua terlahir dengan warna kulit yang sama, ideologi dan cita-cita yang sama, tentunya masalah rasis tidak ada di dunia ini. Sayang kita tidak sama, berbeda baju berbeda pula penjahitnya. Faktor kedaerahan sangat kental sekali di Indonesia. Seperti jargon : iki lho Semarang, gue anak Jakarta, arek suroboyo, kera ngalam, dll jadi tidak heran dalam nilai-nilai superior pasti ada, tentunya orang Semarang gak mau kalah sama orang Medan (contohnya), persaingan pasti ada, beribu cara dilakukan untuk menjatuhkan mental, sehingga lawan down,dan merasa kalah sebelum bertanding. Cara yang lazim dilakukan dalam sepakbola adalah rasis, dengan mengatakan heii gundul ... heii gondrong.. pendek, koyo kethek, celeng, dll.

Mengapa sekarang digembor-gemborkan istilah “katakan tidak untuk rasis” (say no racism). Padahal dulupun tidak ada komplain tentang ini. Kita bebas mengatakan wasit goblok, wasit suap, PSSI kakeane, pemain anu pekok dsb. Istilah diatas merupakan kampanye FIFA dalam pembelaan terhadap pemain yang ter-rasiskan. Wajar hal itu dilakukan karena sepakbola dunia merupakan bisnis global dan panutan dunia dengan dukungan entertaiment yang bagus didukung dengan pemain yang profesional dan badan sepakbola eropa (EUFA) yang sangat profesional. Lha wong Indonesia meh melu-melu ??

Pukulan telak buat suporter ! Sebenarnya ini adalah pembunuhan klub secara perlahan. Suporter yang berbuat klub yang menanggung. Alasan menurut Hinca Panjaitan ketua Komdis PSSI "Tidak mungkin kita minta denda bayar kepada suporter karena orangnya banyak sehingga yang harus membayar adalah klubnya,". Untuk menghidupi klub saja sudah susah apalagi ditambah denda yang jumlahnya bervariasi.

siapa bilang suporter luar negeri santun ?

Peraturan Kode disiplin terbaru (disahkan tanggal 31 Maret 2008) memuat 152 pasal, dengan tindakan rasis dimuat pada pasal 59 menyebutkan bahwa tindakan ini bisa berupa tingkah laku buruk, diskriminatif atau meremehkan seseorang atau melecehkan seseorang dengan cara apapun dengan tujuan apapun menyerang atau menjatuhkan nama baik orang tersebut terkait dengan pertandingan, warna kulit, bahasa, agama atau suku bangsa atau melakukan rasisme. Kalau pelaku tersebut adalah pemain maka hukumannya adalah sanksi larangan ikut dalam suatu pertandingan lima kali, kalau yang melakukan suporter maka mereka dilarang memasuki stadion sekurang-kurangnya enam bulan dan denda Rp200 juta yang ditanggung oleh klubnya.

Sangar..... tenan ki PSSI bikin Kode Etik ini, dengan peraturan ini, main denda, main cekal, melarang melakukan pertandingan. Namun di lain pihak PSSI melakukan perombakan jadwal pertandingan bisa maju ataupun mundur, perangkat wasit PSSI yang masih bisa “disuap”, ,dll imbasnya klubpun dirugikan, karena jauh-jauh hari sudah melakukan booking tiket pesawat, hotel, mengatur taktik dan strategi, kalau berubah tentunya berubah semua. Apakah Klub dan Suporter bisa mendenda PSSI ?? bisakah ??

Untuk itulah peraturan ditegakkan jika kedua pihak sama-sama mengerti dan memahami kedudukan dan fungsinya. Buatlah aturan yang gak muluk-muluk tetapi dilaksanakan dengan baik, mulailah dengan hal-hal yang umum dan merembet ke khusus. Akhirul kata rasis itu tak kan pernah mati, selalu ada selama dunia ini ada, dunia akan kiamat jika seluruh manusia melakukan kerusakan bumi yang terlampau dahsyat...

Penulis : Mas Noor
(Loyalitas tanpa batas untuk PSIS Semarang)

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar, memberi saran atau masukkan tentang posting ini.

TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGANNYA

  © Blogger templates The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP